one step ahead
|
Monday, December 06, 2004
Ketika sedang menunggu kereta di Nagoya Eki Kintetsu Line, tiba2 seorang Nihonjin menyapaku. Sapaan yg sungguh membuat terkejut, karena dia mengawali dengan pertanyaan "Mie Daigakusei desu ka?" (kamu mahasiswa Mie University?). Wow wow wow... what kind of question it is. Biasanya orang selalu menyapa dengan "Mareshia-jin desu ka? Indoneshia-jin desu ka?". Tapi pertanyaan kali ini sungguh sangat spesifik dan yang lebih mengherankan lagi adalah tebakannya sangat tepat. Lalu jadilah akhirnya aku duduk bersebelahan dengan Yoshikane-san. Seseorang laki2 berusia sekitar 55 tahun yang ternyata lumayan bisa bahasa Melayu. Dia menceritakan tentang impiannya bahwa suatu saat ingin menghabiskan masa tuanya di Malaysia. Yoshikane-san mulai belajar bahasa melayu ketika beliau berkenalan dengan anak2 kenshuusei (peserta training di perusahaan) dari Malaysia. Kemudian akhirnya beliau menyadari bahwa dengan kemampuannya berbahasa Melayu, dia juga bisa melebarkan sayap untuk bercakap2 dengan orang Indonesia. Jadilah akhirnya kami bercakap2 dalam Nihongo dan bahasa Melayu. Dan honestly speaking ak lebih ngerti ketika dia ngomong pake Nihongo daripada ketika dia pake bahasa Melayu. Pronounciationnya kacau habis, sangat kacau sehingga aku sampe bingung... ini sebenarnya dia lagi ngomong pake bahasa apa sih ya... hehehe. But... semangatnya untuk belajar bahasa lain di usianya yg sudah senja sungguh merupakan suatu hal yang harus dikagumi. Yang membuatku sangat penasaran sbenernya adalah cita2nya bahwa suatu saat nanti dia ingin tinggal selamanya di Malaysia. What is something behind his dream? Dalam obrolanku dengannya, kami menyepakati suatu hal, bahwa keluarga adalah hal yang penting didalam hidup. Menurut Yoshikane-san, generally, orang Malaysia dan Indonesia berprinsip seperti itu. Yoshikane-san menyesalkan bahwa di Jepang, mereka tidak mempunyai pandangan sepeti itu. Ayah-ibu adalah bagian yang terpisah dari anak2. Ketika anak2 ini sudah menjadi dewasa dan menikah, maka mereka akan hidup terpisah, sedemikian rupa sehingga tidak ada satu anakpun yang hidup menemani orang tuanya. Menurut Yoshikane-san, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan cara pikir dan cara pandang terhadap kehidupan dan cara hidup dari 2 generasi ini. Perbedaan itu menyebabkabkan tidak mungkin untuk tetap hidup dalam satu rumah. Akhirnya... jadilah ayah-ibu yang sekarang statusnya sudah berganti menjadi kakek-nenek, tinggal berdua dalam rumah tanpa ditemani anak2 atau cucu2 mereka. Sampe ketika maut memisahkan mereka, ketika salah satu dari kakek-nenek ini meninggal, maka hanya ada satu orang kakek/nenek yg hidup dalam satu rumah. Lalu siapa yang memasak untuknya? "Kan tinggal beli makanan yg siap makan di supermarket". Lalu siapa yang mencuci? "Kan ada mesin cuci". Sungguh sangat berbeda dengan Indonesia dan Malaysia, dimana generally, masih ada setidaknya satu orang anak yg tinggal bersama orang tuanya untuk membantu merawat mereka dikala usia senja. "Aku ingin menghabiskan sisa hidupku selamanya di Malaysia." Matanya menerawang jauh ke depan, tak tahu apa yg sedang dia pikirkan. "Okane... okane... okane... itu saja yg ada dalam pikiran orang Jepang. Hidup bagi kami hanyalah berhubungan dengan uang saja. Kalo masalah uang terpenuhi, maka semua permasalahan terselesaikan. Orang Malaysia tidak seperti itu kan? Mereka selalu masih punya waktu untuk keluarga", jelasnya panjang lebar. Tiba-tiba ak teringat nasihat bbrp seniorku. Mereka menyarankan untuk banyak2 ngobrol dengan kakek nenek untuk meningkatkan kemampuan bahasa Jepang. Di satu sisi kakek nenek ini kesepian karena sudah ditinggalkan anak2 mereka. Di satu sisi kita juga terbantu untuk belajar bahasa Jepang krn kakek nenek kan ngobrolnya juga ga terlalu cepat. Sungguh sangat mengiris hati, mendengarkan pengakuan seseorang, yg sudah membayangkan betapa sepi hidupnya di usia senja nanti, sedemikian sepinya sehingga tinggal selamanya di Malaysia masih jauh lebih indah daripada tinggal di negerinya sendiri. Sedemikian sepinya sehingga dia beranggapan bahwa orang2 Malaysia yg ramah jauh lebih "berasa keluarga" daripada keluarganya sendiri. Fiuuuuhhh... ak bahagia bahwa ak orang Indonesia. New vocabulary today:
Comments:
Post a Comment
|
The Journal
tomorrow should be better than today Blogroll Me! The Writer
Momo-chan. Bukan orang biasa. Ga suka MASAK. Pecinta rotenburo. Something Happened Contact me Send an email Important Note
Postingan di blog ini terdiri dari kisah nyata dan fiksi. Dalam teknik penulisan di blog ini, aku lebih memilih menggunakan sudut pandang orang pertama, meski tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan sudut pandang orang ketiga. Mengingat ada beberapa postingan yang bersumber pada kisah nyata, maka demi menjaga kerahasiaan responden, aku tidak bersedia menjawab pertanyaan yang bersangkutan dengan jati diri responden. Kesamaan nama, tempat dan peristiwa adalah kebetulan belaka. Dan semua itu bertujuan agar maksud postingan tersampaikan dengan baik. Archives
November 2004 December 2004 January 2005 February 2005 March 2005 April 2005 May 2005 June 2005 July 2005 August 2005 September 2005 October 2005 November 2005 December 2005 January 2006 February 2006 March 2006 April 2006 May 2006 June 2006 July 2006 August 2006 September 2006 October 2006 November 2006 December 2006 January 2007 February 2007 March 2007 April 2007 May 2007 June 2007 July 2007 August 2007 September 2007 October 2007 November 2007 December 2007 January 2008 May 2008 June 2008 July 2008 August 2008 October 2008 December 2008 February 2009 March 2009 Previous Posts
Apakah kita memandang bulan yang sama Do I like to study? Friends
Links
Panasonic Scholarship Japan Panasonic Scholarship Indonesia Mie University Japanese-English Online Dictionary Member of Credits
|