![]() |
one step ahead
|
Thursday, January 03, 2008
Ayat-Ayat Cinta the Movie bakal segera dirilis. Udah liat trailernya. Seperti biasa, novel yang dibuat film selalu mengecewakan hasilnya. Karena imajinasi pembaca pasti berbeda dengan hasil filmnya. Makanya aku ga terlalu setuju dengan penfilman novel. Pas liat trailer Ayat-Ayat Cinta the Movie.... lhoooo... kok ngomongnya pake bahasa Indonesia ya. Kalo adegan sesama orang Indonesia, ya jelas ngomong pake bahasa Indonesia. Tapi adegan pengadilan di Mesir, kok pake bahasa Indonesia ya? Huaaaaa.... kecewa. Jadi inget tentang film Memoar of a Geisha (gini bukan sih judulnya?). Aku paling cuma tahan nonton film itu selama 10 menit aja. Habis aneh banget gitu lho. Yang jadi geisha kok orang Cina. Jelas-jelas orang Cina tu beda ama orang Jepang (meski mirip, tapi matanya tu beda). Trus, kok akting sebagai orang Jepang mosok pake bahasa Inggris sih. Sejak kapan di kehidupan nyata kita liat orang Jepang berbahasa Inggris? Kimochi warui, makanya ga jadi diterusin deh nontonnya. Mendingan casting orang Jepang juga orang Jepang, trus yang seharusnya berbahasa Jepang juga tetap bahasa Jepang. Tadi barusan baca MPnya mas Hanung, sutradara Ayat-Ayat Cinta. Awalnya film ini pengin dibikin 100% di Mesir dengan pemain orang Mesir semua (untuk casting orang Mesir). Tapi kalo pengin idealis seperti itu, maka dana untuk membuat Ayat-Ayat Cinta ini bakal sama dengan dana untuk membuat 3 film. Huaaaaa... jadi batal deh. Akhirnya syutingnya di Indonesia. Pemainnya Indonesia. Kyaaaaaa.... ntar takutnya adegan di bus atau di tempat umum juga pake bahasa Indonesia pula. Mosok orang Kairo ngomong bahasa Indonesia? Trus Aisha ama Fahri ngomong pake bahasa apa? Kok di trailernya Aisha ngomong bahasa Indonesia sih? Emang kalo menurut novel, Aisha bisa ngomong Indonesia ga sih, lupa booo. Huaaaaa.... gimana nich.... nonton ga ya??? Semoga filmnya ga sejelek trailernya. Kalo banyak adegan2 illogical yang pake bahasa Indonesia... huaaaaa no no no... besok-besok ga perlu lagi ada film yang merupakan adaptasi novel yg settingnya di negara bukan berbahasa Inggris. Katanya sih pemain-pemainnya udah kursus bahasa Arab. Semoga benar-benar berbahasa Arab. Katanya sih, kehidupan setelah pernikahan tu jauh lebih enak daripada pas masih single. Tapi aku ga setuju dengan pendapat itu. Single dan married tu sama-sama enaknya, karena kebahagiaannya tu beda. Kebahagiaan masa single tidak didapatkan pada saat sudah menikah, and vice versa.
Pas masih single, jibun no koto jibun de kimetta, aku memutuskan sendiri segala hal yang berhubungan dengan diriku. Pendapat orang lain tetap didengar, tapi aku yang memutuskan sendiri. Pas udah nikah, kan ga bisa seperti itu lagi. Apalagi dengan doktrin bahwa suami adalah kepala rumah tangga, maka mau ga mau, aku jadi kehilangan hak untuk memutuskan segala hal yang berhubungan dengan diriku. Baka janai sonna? Suatu hari, aku dari Surabaya pengin pulang ke Jakarta. Karena pengin ngejar waktu ovulasi, maka aku pengin naek pesawat. Suamiku ga setuju. Dia kan kerja di industri aviasi, jadi tahu lumayan banyak tentang brengseknya maskapai Indonesia. Kalaupun naek pesawat, dia maunya aku pake Garuda aja. Pentingnya apa sih naek Garuda? Zenzen wakaranai. Apa dia pengin aku luntang-lantung di airport gara-gara nungguin pesawat Garuda delay 8 jam? Atau dia pengin aku mati karena pesawatnya nabrak gunung atau mendarat di sungai atau terbakar saat landing? Mending pake pesawat lain, paling cuman delay 3 jam. Belum tahu apa kalo rekor penerbanganku yang mengerikan tu dipegang ama maskapai kebanggaan dia. Karena temenku udah pesen tiket Lion, maka aku juga pengin pake Lion. Tapi aku ga bisa beli tiket selama suamiku belum menyetujui. Akhirnya aku rancang sedemikian rupa sehingga dia bisa setuju hehehe. Dan ternyata pesawatnya aman-aman aja tu, malah cuman delay 3 jam. Padahal the day before, aku harus nunggu di airport selama 8 jam hanya gara-gara pesawat Garuda jurusan Denpasar-Surabaya yang membawa senseiku datang terlambat. Harap maklum, telat adalah default, on time adalah keajaiban. Dan ini berlaku untuk semua maskapai Indonesia (dan Garuda adalah rekor terburuk dalam sejarah pesawat delay dalam hidupku). Aku tu suka jalan-jalan. Kegiatan jalan-jalan di Jakarta menjadi agak mendokusai karena masalah tranportasi. Kendaraan pribadi ga punya. Kendaraan umum ga nyaman dan rutenya ga jelas bagi pendatang baru seperti aku. Sungguh ironis. Selama di Jepang, aku tu jago banget dalam hal milih rute, sampai-sampai senseiku merasa perlu mengagumiku dalam hal kecepatan beradaptasi dengan sistem transportasi Jepang. Padahal apa yang perlu dikagumi, kita cukup bisa bahasa Jepang (baca dan nulis kanji) untuk bisa bepergian kemana-mana, karena sistem transportasi bisa diliat kapan aja di internet atau di handphone. Kalo di Jakarta, hohoho... mana ada bo begituan. Aku udah berhasil susah payah download rute busway aja, suamiku komentar bahwa rute itu salah. Nanda sore? Kalo rute busway yang udah di publish di internet aja salah, apalagi rute yang lain gitu lho. Ada juga enggak tu. Terpaksa aku harus selalu tanya-tanya tentang rute kendaraan umum ke suamiku. Dan BTnya, dia ngejawabnya selalu dengan gaya hidup segan mati tak mau. Harap maklum, suamiku paling ga setuju kalo aku naek kendaraan umum. Takut aku kecopetan, takut aku diculik. Dia mengingatkan aku bahwa ini adalah Jakarta, aku boleh saja tau segala-macam tentang transportasi di Jepang, tapi ketika udah balik ke Jakarta, dia yang memutuskan karena dia yang lebih tahu sikon. Aaaaaaaa... URUSE. Kecopetan di kendaraan umum itu kan hal yang biasa terjadi di Jakarta. Maka kita sebagai pengguna harus beradaptasi dengan cara mempersiapkan diri untuk menghindari hal tersebut. Bukan malah dengan mengurung diri di kamar dan anti menggunakan kendaraan umum donk. Akhirnya setelah mengajukan 1001 argumentasi, aku diijinkan juga naek kendaraan umum. Itupun dia selalu nelpon berkali-kali buat ngecek keberadaanku. Trus kalo aku udah pulang, dia snif-snif aku trus komentar kalo aku bau metromini. Kokoro ga itai. Beliin mobil dan kasih sopir donk, ga usah uruse. Suatu hari yang cerah, setelah konsultasi dengan obgynku yang cakep dan menawan hati di daerah Menteng, kita memutuskan untuk pulang pake taksi. Suamiku penginnya nelpon Blue Bird. Sementara aku pengin langsung cegat taksi Blue Bird di pinggir jalan aja. Usul siapakah yang dijadikan keputusan? Jelas bukan usulku. Kenapa? Karena aku bukan suami. Akhirnya kita terpaksa terlantar di klinik selama 45 menit gara-gara taksi pesanan ga datang-datang. Ternyata taksinya nyasar ke RS Bunda, padahal kita ada di Bunda International Clinic (sekitar 200-300 meter dari RS Bunda). Terpaksa harus berkali-kali nelpon ke Blue Bird untuk memastikan keberadaan taksi tersebut. Buang-buang duit ajah. Karena aku udah kesel banget, akhirnya aku langsung cegat taksi Blue Bird di depan jalan (yang udah bersliweran puluhan kali dalam kurun waktu 45 menit itu). Suamiku marah, EGP gitu loh. Kalo mau pulang bareng aku, ya silakan naek taksi pilihanku, kalo ga mau bareng, ya silakan naek taksi pilihan dia donk. Di dalam taksi, suamiku memberikan kuliah tentang kesalahanku, harusnya aku sabar nungguin taksi pesenan, karena toh demi menjemput kami, supir taksi pesenan itu rela ga dapat penumpang, malah sibuk nyari keberadaan kita. Nanda sore? Zenzen wakaranai. Wajar toh kalo aku marah kepada layanan Blue Bird yang ga mutu banget. Lha kok jadi aku yang disalahkan? Customer satisfaction is number one coy. Setelah kejadian naek kendaraan umum yang sukses dan pemilihan taksi Blue Bird itu, kita mencapai nota kesepahaman, bahwa aku mempunyai hak seutuhnya untuk memutuskan urusan rumah tangga yang berhubungan dengan transportasi. Kita lihat, bagaimana realisasi dari nota kesepahaman ini..... Suatu hari yang lain, ada acara resepsi ngunduh mantu adekku. Suamiku tinggal di rumah papa di Kembangan Jakarta Barat. Jadi sejak pagi jam 5:45 kita udah cabut dari rumah di kawasan Kembangan untuk menjemput mama yang tinggal di Depok. Sopir taksinya mengusulkan rute yang melalui tol dalam kota trus masuk ke Pasar Minggu. Suamiku ga setuju, dia usul supaya lewat tol Merak trus keluar di Serpong buat nyambung ke tol XYZ (lupa aku nama tolnya). Aku sama sekali ga mudeng dengan pemikiran supir taksi dan suamiku. Lha kan lebih enak lewat Pondok Indah aja to? Suamiku menolak usulanku dengan alasan takut macet di Pondok Indah dan lebih dekat kalo pake rute usulan dia. Heeeeh? Macet? Jam 6 pagi di hari Minggu??? Usoooo. Usul siapakah yang akhirnya dijadikan keputusan? Usul suamiku lah yau. Kenapa? Karena aku ga terlalu tahu jalan di Jakarta? Bukan. Karena dia adalah SUAMI. Aku emang belum pernah ke Depok lewat rute usulan suamiku. Tapi kok rasanya jadi jauh banget ya. Suamiku bilang, karena jalannya lurus jadi kesannya jauh. Inkonsisten. Dulu dia pernah bilang kalo jalannya lurus tu kesannya dekat, kok sekarang jadi bertolak belakang ya? Akhirnya kita sampe Depok dan ongkos yang harus dibayar adalah 160ribu. Sebagai komparasi, kita nanya ke adik-adik, dan ternyata mereka biasa membayar 90 ribu dari Kembangan ke Depok lewat Pondok Indah. Whaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaattttt???? Watashi ga itta tori. Padahal dulu udah tercapai nota kesepahaman tentang urusan tranportasi dalam rumah tangga. Tapi tetep aja ada hak voting, yang dimiliki jika dan hanya jika anda adalah suami. |
The Journal
tomorrow should be better than today ![]() Blogroll Me! ![]() ![]() ![]() The Writer
Momo-chan. Bukan orang biasa. Ga suka MASAK. Pecinta rotenburo. Something Happened Contact me Send an email Important Note
Postingan di blog ini terdiri dari kisah nyata dan fiksi. Dalam teknik penulisan di blog ini, aku lebih memilih menggunakan sudut pandang orang pertama, meski tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan sudut pandang orang ketiga. Mengingat ada beberapa postingan yang bersumber pada kisah nyata, maka demi menjaga kerahasiaan responden, aku tidak bersedia menjawab pertanyaan yang bersangkutan dengan jati diri responden. Kesamaan nama, tempat dan peristiwa adalah kebetulan belaka. Dan semua itu bertujuan agar maksud postingan tersampaikan dengan baik. Archives
November 2004 December 2004 January 2005 February 2005 March 2005 April 2005 May 2005 June 2005 July 2005 August 2005 September 2005 October 2005 November 2005 December 2005 January 2006 February 2006 March 2006 April 2006 May 2006 June 2006 July 2006 August 2006 September 2006 October 2006 November 2006 December 2006 January 2007 February 2007 March 2007 April 2007 May 2007 June 2007 July 2007 August 2007 September 2007 October 2007 November 2007 December 2007 January 2008 May 2008 June 2008 July 2008 August 2008 October 2008 December 2008 February 2009 March 2009 Previous Posts
Kamu minum susu apa? Adaptasi yg Gagal: Berlalu Lintas Senna atau Keita?? Liat J-ROCKS Ingat Kamechan Babyboy babygirl? Sensasi kecipratan salto pembalikan Masakan Manado Pencopet yang tidak beruntung Speedo LZR Working at home mom (???) Friends
Links
Panasonic Scholarship Japan Panasonic Scholarship Indonesia Mie University Japanese-English Online Dictionary Member of ![]() ![]() ![]() Credits
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |